“Ketika Diam Tak Selamanya Emas”
“Diam itu emas” merupakan ungkapan yang seringkali kita temui di masyarakat. Diam bukan berarti bermasa bodoh, tetapi diam lebih mulia demi menghindari lisan yang tidak mampu melahirkan kebaikan. Apakah benar diam selamanya dikatakan sebagai emas? Menurutku, tidak selamanya demikian.
Ketika diam atau bicara membuahkan manfaat pada porsinya dan menjadi pilihan yang terbaik dalam situasi yang sesuai. Terkadang situasi menjebak kita dalam perkataan buruk dan tidak tau apa yang harus kita lakukan, diam akan memberikan kesempatan yang lebih baik untuk intropeksi diri. Seperti pada hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata baik atau diam.” – HR. Bukhari.
Ketika kita tidak mampu mengatakan hal baik, maka diam adalah pilihan yang terbaik. Mengapa demikian? Karena, kalau kita tidak punya sesuatu yang baik untuk dikatakan tetapi kita masih juga berbicara, maka apa yang kita katakan pastilah bukan hal yang baik.
Ada saat ketika diam justru menjadi hal yang berbahaya. Ketika anak melakukan hal yang tidak seharusya, apakah kita akan tetap diam? Apakah masih juga diam ketika melayani pasien? Diam dalam hal tersebut tidak mengantarkan kita dalam taggungjawab.
Membiarkan keadaan yang tidak baik dan kita tetap diam, maka secara tidak langsung kita telah merestui keadaan itu. Kita kadag tidak menyadari bahwa keadaan itu sudah menginspirasi orang lain untuk melakukan tindakan tidak baik yang akan berulang di hari-hari mendatang.