Dibalik tawa dan tangis
Hari ini tepat tanggal 22 desember 2021, sahabat online seraya meyebutnya sebagai hari ibu,walau jarak memisahkan antara aku dan kedua orang tuaku, namun harus selalu ada kejutan buat mereka, kejutan yang mampu membuahkan tawa dan haru. Ketika kata demi kata kurangkai untuk menelfon ibuku tersayang sembari tersenyum syukur atas nikmat umur masih diberi kesempatan untuk mempersiapkan kejutan buat ibu. Ketika rangkaian kalimat telah tersusun rapi sebagai persiapan ucapan selamat hari ibu, maka aku kubergegas untuk menelfon ibu, tiiiiiiiiiiiiiiiiit, tiiiiiiiiiiiiit, tiiiiiiiiiiiiit dan ibupun megangkat telfonku.
Aku: Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh bu’
Ibu : Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatu nak’
Tawa campur haru ingin segera menyampaikan ucapan kepada ibuku, namun tak sempat berbicara akupun medengar tangis Ibu
Aku: Ibu kenapa?
Ibu: Nenek nak…
Aku : Nenek kenapa bu?
Ibu: Nenek meninggal nak, ibu baru saja akan menelfonmu, namun telfonmu segera terdengar (kata demi kata terdengar lambat sembari tangis yang seharusnya jadi tawa pada hari ini)
Aku: ibu yang sabar, aku akan segera pulang (akupun tak mampu menahan tangis, sembari berfikir cara tercepat untuk segera sampai di kampung halaman)
Ibu: Hati-hati nak
Pembicaraan kamipun terhenti, tak kunjung beberapa menit setelah pembicaraan kami, bapakku pun menelfon
Bapak: Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh nak!
Aku: Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatu, bapak baik-baik saja?
Bapak: Bapak sakit nak
Aku: sejak kapan pak? Sakit apa pak?
(Terkejut karena sebelumnya ketika bapak sakit, beliau selalu menyembunyikan keadaannya)
Bapak: Baru saja nak, kalau kamu tidak sibuk pulanglah nak!
Aku: Iya pak, baik-baik disana, aku akan segera pulang
Tawa tenggelam menjadi tangis, saat itu juga aku langsung berdiskusi dengan suamiku dan mengambil keputusan untuk segera pulang ke kampung halaman Bersama suami dan kedua anakku.
Bermodal sepeda motor kamipun berangkat sembari berdo’a agar sampai sebelum jenazah nenek dimakamkan, harapan tak seindah realita karena tersandung prahara macet diperjalanan, maka akupun segera melakukan video call untuk melihat jenazah nenek sebelum dimandikan. Alhamdulillah kamipun sampai dengan selamat, namun terlambat untuk mengatarkan jenazah nenek. Setelah berkunjung ke rumah duka untuk bersilaturahmi sembari mempersiapkan ta’ziah malam pertama, kamipun melanjutkan perjalanan ke rumah orang tua dan Alhamdulillah sampai dengan selamat. Saudaraku pun datang satu persatu, kami bergegas menemui bapak yang tak berdaya dan nampak meneteskan air mata.
Aku: pak! Bapak baik-baik saja? Bagaimana keadaannya pak?
Bapak: dingin dan lemas nak (dengan lemah tak banyak menuturkan kata)
Aku: (sembari menyentuh badannya) badan bapak panas, bapak demam?sudah minum obat?
Bapak: dingin nak tidak panas, akupun sudah minum obat, tolong jangan tinggalkan bapak, kalau bisa salah satu dari kalian temani bapak, jangan tinggalkan bapak! (suara pelan nan lemah, kata demi kata berspasi lama untuk disampaikan)
Aku : Siap pak (sambil menawarkan minum melalui pipet)
Setelah berbincang dengan bapak, akupun tersadar bahwa anak keduaku hilang. Aku, suami dan seluruh isi rumah mulai mencarinya.
Nak……….. Nak……..Nak….. kamu dimana??? nampak percuma untuk memanggilnya karena anakku punya keterlambatan berbicara, tetapi kamipun terus memanggilnya dengan pencarian berbagai arah dalam rumah maupun di luar rumah. Kami mencarinya di beberapa rumah termasuk rumah saudara yang tak jauh dari rumah orang tua dan kamipun belum menemukanya. Panik sembari rasa bersalah karena lalai dalam menjaganya. Sembari berlari tanpa alas kaki, air matapun menetes tak henti. Nak……..nak…….nak…..! kamu dimana???
Akupun ke rumah saudara untuk kembali mencarinya dan ternyata mereka tidak melihatnya, setelah aku memilih untuk pulang dan berharap sudah ada yang menemukannya. Terdengar suara panggilan kepadaku untuk segera Kembali kerumah saudaraku dan diberitahu ternyata mereka baru sadar bahwa anakku ada di rumahnya sambil duduk di samping lemari hanya mengguakan popok tanpa pakaian sembari makan coklat. Sembari bersyukur, Alhamdulillah anakku sudah ditemukan dan akupun segera bergegas membawanya pulang kerumah orang tuaku. Dan pada akhirnya tangis tenggelam menjadi tawa.
Nah itulah kisah tawa, tangisku hari ini, semoga kita semua selalu menjadi anak yang berbakti kepada orang tua dan juga sebagai orang tua yang bertanggung jawab, Aamiin ya Robbal Alaamiin.